
Tulisan ini sudah terbit di blog Admin (https://blogsusanto.com/ngobrol-santai-komunitas-guru-pecinta-literasi-musi-rawas/), dishare ulang sebagai portofolio Komunitas.
Literasi, satu kata yang sedang tren dan naik daun. Apalagi sejak digelarnya ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer), kata literasi semakin akrab di telinga.
Ada beberapa macam makna kata literasi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (kbbi.kemdikbud.go.id) literasi adalah kemampuan menulis dan membaca, pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, dan kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.
Itu, pengertian secara harfiah atau makna leksikal, sesuai kamus. Orang boleh mengembangkan lebih lanjut pengertian literasi dari makna literasi secara leksikal tersebut.
Apa pun pengembangan pemaknaan kata ‘literasi’, membaca dan menulis menjadi inti kemampuan literasi seseorang. Membaca adalah kemampuan reseptif memahami pesan, pengetahuan, ilmu, atau ajaran orang lain. Sementara menulis merupakan kemampuan produktif yakni menghasilkan karya berupa pesan, ilmu pengetahuan, atau ajaran dalam bentuk simbol-simbol tulisan.
Ketika membeli sebuah alat, biasanya disertai dengan manual atau buku petunjuk praktis tentang cara kerja suatu alat atau peranti tertentu. Agar alat dapat digunakan dengan benar orang harus membaca manual itu terlebih dahulu. Di sini, membaca dan kemampuan memahami bahan bacaan menjadi penting.
Membaca bukan perintah guru. Membaca, menurut agama Isalam, adalah firman Tuhan. Iqra’, bacalah atas nama Tuhanmu. Membaca dalam arti membunyikan, mengeja, atau memahami, sesuatu yang ditulis. Atau membaca dalam arti memahami fenomena yang terjadi di sekitar yang dapat diterima pancaindra.
Menulis adalah kemampuan berbahasa keempat setelah mendengar, berbicara, dan membaca. Dengan menulis seseorang mengungkapkan pesannya. Tulisan yang baik adalah tulisan yang dipahami oleh pembaca. Pesan penulis tersampaikan dengan baik kepada sang pembaca.
Agar kalimat menjadi efektif dan pesan tersampaikan dengan baik, simbol-simbol bahasa berupa huruf itu dilengkapi dengan pungtuasi. Pungtuasi adalah tanda grafis yang digunakan secara konvensional untuk memisahkan pelbagai bagian dari satuan bahasa tertulis. Pungutuasi ini digunakan sesuai aturan kebahasaan tertentu.
Seringkali, pelajaran menulis dimulai dari aturan-aturan kebahasaan sehingga orang terlalu berhat-hati menuliskan idenya. Akibatnya, menulis dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan banyak aturan. Orang pun, termasuk guru, menjadi enggan menulis.
Melalui komunitas pecinta literasi, kedua kemampuan: membaca dan menulis dicoba untuk dikembangkan sebagai kegiatan yang menyenangkan. Membaca tidak harus dimulai dengan bacaan yang ‘berat-berat’. Pun, menulis dijadikan kegiatan yang menyenangkan layaknya berbicara.
Aturan kebahasaan yang menandakan bahasa sebuah bangsa berwibawa dipelajari dan diterapkan secara perlahan dan bertahap dalam tulisan yang dihasilkan. Apalagi guru, sosok yang telah melewati bermacam ‘rintangan’ dalam bentuk tulisan. Kebiasaan membaca dan kemauan menulis perlu makin ditingkatkan. Caranya, mengajak teman-teman guru bergabung dalam komunitas literasi (membaca dan menulis) yang menyenangkan bagi mereka. Selamat bertemu dalam obrolan yang sesungguhnya tidak sebombastis tema yang diusung.
Musi Rawas, 4 Februari 2024
Salam GPLM,
PakDSus
