
Seperti Ayah
Anakku berumur tiga tahun. Dia lagi lucu-lucunya. Anaknya cerdas dan sudah pintar ngomong. Ucapannya pun jelas, tidak ada lafal /l/ untuk /r/. Sering mengomentari apa saja. Tentang mainannya yang dipinjam Andika, tentang telur yang jatuh dan dipungut serta dimakan lagi oleh Ario, dan lain-lain.
Sore suamiku pulang kerja lebih awal. Anakku senang sekali papanya pulang. Ia telah menyambutnya di depan pintu. Segera paha sang ayah menjadi sasaran pelukan, lalu papanya jongkok dan memberinya ciuman. Anakku selalu berteriak bahwa papanya busuk dan buru-buru menyuruhnya mandi. Setelah ayahnya mandi, anakku pun menyusul ke kamar mandi dan segera aku memandikannya dan menyabuni serta memberinya sampo. Sampo yang paling ia suka adalah sampo rasa strawberry.
Hari Sabtu sang ayah libur. Anakku bisa bermain dengan ayahnya seharian. Bermain lempar bola, bidik kelereng, bermain perang-perangan, atau berlomba makan bakpao. Bila berlomba makan bakpao, mulutnya penuh dengan kue bakpao dan wajahnya menjadi lucu menggemaskan. Kadang ayahnya menang, tetapi sang ayah lebih sering mengalah dan menyerah. Anakku girang bukan kepalang, apabila ia menang. Selesai berlomba ayah meminta izin ke kamar mandi, hanya mau buang air. Dari luar anakku melihat ayah memakai celana dalamnya lalu berkata padaku bahwa ia mau makan banyak biar burungnya gede kayak ayah. Lalu kudekap foto almarhum anakku sambil terisak sesenggukan.
Musi Rawas, 13 Februari 2024
PakDSus
#GPLM
#FebruariGambarBicara

Leave a comment