Berlatih Porogapit

Porogapit adalah istilah dalam bahasa Jawa untuk pembagian bersusun ke bawah. Disebut porogapit karena dalam bahasa Jawa “poro” artinya bagi sedangkan “gapit” artinya dijepit. Sehingga porogapit sering disebut pembagian dengan dijepit. Dalam tata bahasa Jawa, penulisan yang benar adalah /paragapit/.

Sekedar pegetahuan saja, frasa dibagi dua dalam bahasa Jawa ditulis dipara loro yang diucapkan diporo loro. Meskipun pelafalannya hampir sama tetapi “o” pada para (poro) tidak “sebulat” bunyi “o” pada loro. Okelah lupakan pembahasan bidang linguistik itu, toh bukan itu yang menjadi fokus tulisan ini. Agar tidak membingungkan saya sepakati saja penulisannya menjadi porogapit.

Cara Melakukan Penghitungan dengan Porogapit

Misalnya kalimat pembagian 96 dibagi 8 atau 96 : 8. Pada pembagian bersusun ke bawah atau porogapit-nya ditulis sebagai berikut.

Bilangan 96 adalah bilangan yang dibagi, sedangkan bilangan 8 adalah bilangan pembagi. Setelah ditulis dengan bentuk seperti itu, lalu guru menerangkan prosesnya sebagai berikut.

Bilangan pembagi (yaitu 8) terdiri dari satu angka. Oleh karena itu tentukan satu angka pada bilangan yang dibagi (terbagi) dimulai dari sebelah kiri, yaitu 9. Karena 9 lebih besar dari 8, maka bilangan itu bisa dibagi. Berapakah sembilan dibagi delapan? Kalimat pertanyaan ini sama artinya dengan delapan kali berapa hasilnya sembilan.

Jika hasilnya tidak ada, tentukan bilangan yang dikalikan dengan delapan hasilnya mendekati sembilan. Bilangan itu adalah 1, sebab jika 8 dikalikan dengan 2 hasilnya 16. Angka 1 ditulis di atas garis mendatar porogapit tersebut. Lalu hasilnya diletakkan di bawah angka 9.

Kemudian kurangi 9 dengan 8! Hasilnya adalah 1. Karena satu lebih kecil dari 8, turunkan satuan dari 96 yaitu 6 dan letakan di sebelah kanan hasil pengurangan tadi hingga terbentuk bilangan 16. Delapan kali berapa ada 16? Hasilnya adalah 2. Tulislah angka 2 di atas garis mendatar porogapit lalu tulis hasilnya di bawah bilangan 16, lalu kurangkan! Enam belas dikurangi enam belas hasilnya adalah nol. Dengan demikian selesailah sudah kita mengerjakan pembagian 96 dibagi 8 dengan cara susun ke bawah atau porogapit.

Porogapit Tidak Diajarkan Tersendiri

Pada masa saya belajar menjadi guru (SPG tahun 1986-1989), duh ketahuan tua, buku matematika anak-anak SD tempat saya praktik mengajar ada bagian yang khusus berisi latihan porogapit. Namun, sejak penerapan Kurikulum 2006 (KTSP) apalagi pada Kurikulum 2013, keterampilan pembagian susun ke bawah terintegrasi dalam proses pembelajaran. Hal itu tidak terlepas dari aliran holisme dengan teori pemikiran holistik.

Sistem alam semesta, baik yang bersifat fisik, kimiawi, hayati, sosial, ekonomi, mental-psikis, dan kebahasaan, serta segala kelengkapannya dipandang sebagai sesuatu yang utuh. Karena utuh maka ia bukan merupakan kesatuan dari bagian-bagian yang terpisah, begitu ketentuannya. Oleh karena itu, meskipun porogapit diperlukan tetapi ia tidak diajarkan terpisah atau dilatihkan secara khusus. Kalau dilatihkan pada tempat atau kursus mungkin boleh, ya?

Pakai Kalkulator Saja, Pak!

Kemarin kami belajar matematika di kelas. Pokok bahasan yang dipelajari adalah menentukan nilai rata-rata. Nilai rata-rata sekelompok data diperoleh dari jumlah seluruh data dibagi banyaknya data. Dengan demikian, mau tidak mau kami melakukan pembagian.

Pada saat itu, kami pun belajar membagi bilangan dengan cara susun ke bawah. Rupanya tidak semudah yang saya bayangkan. Kebiasaan anak-anak membagi dengan bantuan kalkulator di rumah, berpengaruh dengan lambatnya mereka memahami proses seperti yang diuraikan di atas. Hingga salah seorang menyeletuk.

“Pakai kalkulator saja Pak, cepat.”

Saya tidak terlalu kaget karena ada beberapa anak di kelas yang memiliki karakter tukang celetuk dan saya tidak marah jika ia melakukan itu. Paling-paling saya tegur dan nasihati.

Saya pun memutar otak bagaimana menjawab dengan jawaban yang masuk akal mereka. Jika saya jawab bahwa simpul syaraf otak anak-anak perlu dilatih agar pada saatnya dapat berpikir dalam formulasi yang lebih cepat dan dengan model yang lebih efektif dan inovatif, tentu tidak akan mungkin dipahaminya. Ha … ha … ha ….

“Baik, mengapa kita tidak menggunakan kalkulator,” jawab saya kepada seluruh siswa.

“Jika kalian megandalkan kalkulator ternyata kalakulatornya rusak, bagaimana?” kata saya.

“Pakai HP, Pak. Kan di HP ada kalkulator,” timpal anak itu lagi.

Mendengar jawaban si tukang celetuk tadi, sebenarnya darah mulai naik ke ubun-ubun. Tetapi saya tidak boleh larut dalam emosi dan tetap menyabarkan diri.

“O, iya. Bagaimana jika baterai HP drop dan listik PLN padam. Kalkulatormu jatuh dan hancur. Tentu kamu tidak bisa apa-apa. Misalnya kamu punya warung dan melayani pembeli. Kalian harus menghitung jumlah belanjaannya. Karena alat-alatmu tidak ada sementara itu kalian tidak terampil berhitung maka kasihan si pembeli nunggu lama,” jelas saya.

“Lagi pula, Anda ‘kan masih dalam tahap belajar. Agar pada saat dewasa kalian semua mampu berpikir dengan baik, syaraf-syaraf dalam otak perlu dilatih, bukan?”

Akhirnya keluar juga kata-kata syaraf otak agar mereka sedikit memiliki pemahaman alasan bersekolah dan belajar.

Salam blogger sehat
PakDSus
Guru Blogger Musi Rawas

Lihat blog sebelah:
https://blogsusanto.com/

#26MarchChallenge,
#Ceritakelaskuhariini,
#Ceritamuridkuhariini,
#Ceritaanakkuhariini,

Sumur: https://blog.matematikanusantara.id/2015/12/simulasi-pembagian-bersusun-porogapit.html

4 responses to “Berlatih Porogapit”

  1. mamaandre Avatar

    Anak sekarang ya pak, begitulah. Di sekolah saya sih masih diajarkan pembagian bersusun ke bawah. Karena matematika tetap diajarkan tersendiri. Trima kasih ilmunya jadi tambah kosakata : porogapit

    Like

    1. Pak D Susanto Avatar

      Terima kasih mamaandre. Salam literasi!

      Like

      1. mamaandre Avatar

        Sama-sama pak, terima kasih sudah mau mampir 🙏

        Like

  2. EP. Pudyastuti Avatar
    EP. Pudyastuti

    Paling seneng waktu saya SD dgn pelajaran ini. Tapi sekarang saya sulit menerapkan karena saya bingung dgn bahasa penyampaian yang harus saya gunakan. Anak yang belum bisa memahami bahasa saya atau saya yang salah menggunakan bahasa…

    Like

Leave a reply to mamaandre Cancel reply

Saya, PakDSus

Selamat datang di laman Guru Pecinta Literasi Musi Rawas, wadah komunikasi, kreativitas literasi para pendidik lintas jenjang dan mata pelajaran.

Mari terhubung dengan: